RESPONDING
PAPER TOPIK 9
RELASI
GENDER DALAM AGAMA KRISTEN
Oleh:
E.
Ova Siti Sofwatul Ummah (1112033100049)
a.
Kesetaraan
Perempuan dalam Perjanjian Baru dan
Kitab Kanon
Secara
umum gereja-gereja liberal menerima keberadaan perempuan sebagai pemimpin dan
menempatkannya sejajar denga laki-laki. Tidak bisa disangkal dunia ini memang
menuntut kesetaraan laki-laki dan perempuan. Karena itu merupakan konsekwensi
implementasi demokrasi. Namun sehebat apapun demokrasi di suatu Negara, demorkasi
tidak bisa menguubah dan menghancurkan apa yang diajarkan kitab. Berikut ini
adalah beberapa persamaan (kesetaraan) antara permpuan dan laki-laki dihadapa
Allah:
·
Laki-laki dan
perempuan diciptakan menurut gambar dan rupa Allah “maka Allah menciptakan manusia
itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan
perempuan diciptakan-Nya mereka” (kejadian 1:27).
·
“jawab Yesus:
“Tidakkah kamu baca bahwa ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan
mereka laki-laki dan perempuan?”(Matius 19:4)
·
“sebab pada awal
dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan”(Markus
10:6)
·
Perempuan juga
bernubuat dan dipenuhi roh kudus
“Juga
keatas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan akan kucurahkan Roh-Ku pada
hari-hari itu dan mereka akan bernubuat” (Kisah 2:18)
·
Perempuan
menyanyi dihadapan Allah
“Tetapi
pada waktu mereka pulang, ketika daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin
itu, keluarlah perempuan-perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja
Saul sambal menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria
dan dengan membunyikan gerincing”(1Samuel 18:6)
·
Perempuan juga
memiliki iman hebat
“Maka
yesus menjawab dan berkata kepadanya: “Hai Ibu, besar imanmu, maka jadilah
kepadamu seperti yang kuhendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh”(Matius
15:28)
·
Perempuan
sebagai penyembah hebat
“Tetapi
yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: “Mengapa kamu menyusahkan
perempuan ini? Sebab ia telah melakukan sesuatu perbuatan yang baik pada-ku” (Matius
26:10)
·
Perempuan
sebagai pengajar bagi anaknya perempuan dan laki-laki
“Maka
dengarlah firman Tuhan, hai perempuan-peremuan, biarlah telingamu enerima
firman dari mulut-Nya; ajarkan ratapan kepada anak-anakmu perempuan, dan oleh
setiapperempuan nyanyian ratapan kepada temannya” (Yeremia9:20)
b.
Status
dan Peran Perempuan dalam Perjanjian Baru
Kondisi kaum perempuan
dalam agama Kristen tidak lebih baik dibandingkan nasib mereka dalam agama
Yahudi. Agama Kristen memberikan sedikit perhatian terhadap isu-isu tentang
perempuan. Lahirnya gama Kristen tidak memperbaiki kondisi mereka maupun
memberikan hak-hak yang patut mereka peroleh. Agama Kristen tidak membebaskan
perempuan dalam cengkraman otoritas kaum laki-laki. Sebaliknya, ahama Kristen
memaksa perempuan untuk tunduk pada otoritas kaum laki-laki dan menaati mereka
secara mutlak. Paulus berkata: “wahai para istri patuhlah kepada suamimu
seperti kepada Tuhan, karena suamimu adalah pemimpin istrinya sebagaimana
Kristus adalah pemimpin gereja.
Yesus merobohkan
kebiasaan dan hokum Yahudi yang telah berabad-abad dipraktikan. Ia
memperlakukan perempuan setara dengan laki-laki. Sikap dan andangannya
menunjukkan bahwa Yesus menghormati kaum peremuan. Sabda-Nya: “Sebabsiapapun
yang melakukan kehendak Bapa-Ku di Sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah
saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku (Matius 12:50). Demikian pula apabila kita
memperhatikan bagaimana sikap Yesus terhadap perempuan. Yesus memperlakukan
perempuan secara positif perempuan berdosa yang datang kepadanya untuk
mengurapi kakinya dengan minyak narwastu. Hal itu sangat bertentangan dengan
sikap para laki-laki yang juga hadir di tempat yang sama. Laki-laki cenderung menolak
dan menyalahkan perempuan yang berdosa yang meminyaki kaki Yesus. Sangat
menarik sikap Yesus jika disbanding dengan laki-laki yang lain. Napak bahwa
sebagai laki-laki yesus tidak memanfaatkan posisinya untuk mendominasi
perempuan.
Dalam Petrus berkata dalam surat
pertamanya: “Wahai para budak, patuhilah kepada tuan-tuanmu dengan segala
hormat, tidak hanya kepada mereka yang bersikap baik dan penuh perhatian tetapi
juga pada mereka yang berlaku kasar. Disamping itu ada juga surat-surat Paulus
kepad beberapa jemaat di daerah pelayanannya yang menunjuk adanya dualism.
Disatu pihak Paulis mengatakan bahwa seseorang tidak boleh dibedakan dari
kebangsaannya (Yahudi dan Yunani). Seseorang juga tidak boleh dibedakan dari
statusnya (budak atau tuan;laki-laki atau perempuan), semua sama di dalam
Kristus. Namun, dipihak lain secara jelas tampaknya dibedakan status antara
laki-laki dan perempuan. Istri harus hormat dan tunduk pada suaminya, sebab
suami adalah kepala dari Istri.
Kitab injil juga membuat ulasan khusus
mengenai laki-laki, karena umat Kristen percaya bahwa lai-laki diciptakan dari
tulang rusuk laki-laki. Oleh karena itu para ahli teolog sepakat bahwa
laki-laki dan perempuan tidak akan pernah setara. Posisi Paulus berkata dalam
surat pertamanya kepada umat Corinthian: “Sekarang aku ingin kalian mengetahui
bahwa pemimpin setiap manusia adalah Kristus, dan pemimpin perempuan adalah
laki-laki, dan pemimpin Kristus adalah Tuhan.”
Paulus memerintah para laki-laki untuk
mengasihi para istri mereka: “Wahai para suami, cintailah istrimu, segabaimana
Kristus mencintai gereja dan menyerahkan dirinya untuk istrinya”. Namun hal ini
tidak lebih dari sekedar menasehati belaka yang tidak pernah dipraktikkan.
Gereja juga menganjurkan agar laki-laki harus bersikap baik kepada istrinya,
namun gereja menerikan hak penuh kepada suami untuk mengontrol kehidupan, uang
dan segala milik istrinya.
c.
Status
dan Peran Perempuan dalam Perspektif Teolog Kristen
Agama Kristen
menganggap perempuan sebagai sumber kejahatan. “mereka percaya bahwa setiap
perempuan bersalah melakukan dosa asal dan dia bertanggungjawab atas pengusiran
Adam dari surge. Kisah Adam dan Hawa adalah penyebab utama penindasan perempuan
dalam agama Kristen. “Tertullian” percaya bahwa kaum perempuan adalah pasangan
Lucifer. Bukankah perempuan mentaati setan dan menentang Tuhan? Teori yang
dikembangkan dan dijelaskan oleh Tertullian ini menyebabkan terjadinya
penindasan dan penghinaan terhadap perempuan Kristen selama beberapa abad.
Alkitab dalam teologi
Calvinis adalah sumber dari ajaran gereja. Sebagai Sumber Ajaran Gereja,
Alkitab menduduki posisi penting dalam peruusan dogma dan pengajaran umat.
Namun, landasan operasional tritunggal panggilan dan pengutusan gereja mengacu
pada kesaksian Kanon Alkitab yang ditafsirkan sesuai konteks masa kini. Teks
Alkitab dan konteks umat percaya masa kini terjalin dalam relasi Hremeneutika
yang memakai pendekatan yang komprehensif. Hermeneutika diperlukan guna
menemukan pesan firman bagi umat masa kini.
Begitu banyak kisah
perempuan yang diceritakan Alkitab. Kisah mereka bermacam-macam. Ada kisah yang
memilukan, menyedihkan karena mengalami kekerasan seperti kisah Tamar, yang
diperkosa saudara seayah tetapi lain ibu dan tamar tak mendapat pembelaan dari
ayahnya raja Daud atau tua tua agama. Bagian Alkitab yang paling sering dikutip
oleh teolog-teolog feminis dan di kalim sebagai dasar teologi mereka, yang juga
dikenal sebagai magna carta of humanity adalah Galatia 3:2839 yang berbunyi:
“Dalam hal ini taka da orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau
orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah
satu di dalam Krists Yesus.”
Galatia 3;28 dipandang
sebagai ayat yang membebaskan wanita dari penindasan, dominasi dan subordinasi
pria. Berdasarkan penafsiran terhadap ayat-ayat diatas khususnya Galatia 3:28,
para feminis menyimpilkan bahwa Paulus jelas mengukuhkan kesetaraan antara pria
dan wanita dalam komunitas Kristen; pria dan wanita memiliki hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang sama baik di gereja ataupun dalam rumah tangga.
d.
Partisipasi Perempuan di dalam Gereja
Alkitab dalam tradisi gereja sering dijadikan dasar atau alasan penyebab
terjadinya permasalhan ketidak seimbangan peran dan tempat antara laki-laki dan
perempuan. Tradisi gereja selama berabad-adab menggunakan konsep yang diperoleh
dari beberapa bagian Alkitab sebagai dasar untuk membeberkan pemahaman tentang
tempat perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Perempuan selalu dianggap lebih
lemah, rendah dan kurang mampu sehingga gampang dikuasi. Sedangkan laki-laki
kedudukannya lebih tinggi, sebagai pihak yang menguasai, karenanya laki-laki
lebih banyak mempunyai kesempatan untuk memegang kekuasaan dan kepemimpinan.
Konsep demikian masih sering
mempengaruhi cara berpikir gereja di zaman ini. Karena itu, pengaruh yang
begitu kuat dari konsep Alkitab terhadap konsep berpikirjemaat tentang
perempuan perlu dikritisi sehingga mempunyai makna yang baru. Apabila kita
membaca surat-surat Paulus, tampaknya memberikan kesan adanya konsep pemahaman
yang melarang perempuan terlibat aktiv dalam kegiatan pelayanan dan ibadah
jemaat misalnya 1 Korintus 11 :2-16 berbicara tentang larangan bagi
perempuan untuk mengambil bagian aktif dalam kegiatan doa dan bernubuat.
Demikian juga dalam 1 Korintus 14 :33-35 dan Timotus 2 :11-12.
Perikop ini sering dijadikan alasan untuk membatasi kesempatan pada perempuan
untuk terlibat aktif dalam kepemimpinan gereja. Dalam nas-nas terebut kita
membaca ajaran paulus kepada jamaat di Korintus agar kaum perempuan tidak
berbicara dan tidak terlibat pada ibadah jemaat. Kedua teks ini telah
ditafsirkan sedemikian rupa oleh banyak orang sehingga gereja-gereja tertentu
yang membatasi peranan keterlibatan perempuan hanya pada bidang-bidang
pelayanan tertentu. Anjuran agar perempuan tidak berbicara dan mengajar sering
mempengaruhi pemahaman gereja dalam menentukan tempat bagi perempuan. Pemahaman
teks yang salah ini akan sangat menghambat partisipasi total perempuan dalam
gereja, bahkan merupakan penolakan terhadap diterimanya perempuan dalam tingkat
pengambilan keputusan di gereja. Akibatnya kepemimpinan gereja lebih banyak
dipegang oleh kaum laki-laki dan pengambilan keputusan dalam gereja lebih
banyak dilakukan oleh laki-laki. Sementara perempuan hanya berperan sebagai
pelaksana-pelaksana keputusan yang dibuat oleh laki-laki.
Pada ibadah atau kegiatan jemaat, perempuan harus berdiam diri, tidak boleh
berbicara dan harus tetap pada perintah. Kalau ada yang ingin ditanyakan atau
belum jelas, tidak boleh langsung ditanyakan ditempat ibadah, tetapi harus
minta penjelasan suaminyya di rumah, sebab tidak sopan bagi perempuan berbicara
dalam pertemuan jemaat. Pada peraturan ini agaknya terkandung kesan bahwa
perempuan tidak boleh berbicara dalam jemaat dan ada kesan laki-laki lebih
tahu, lebih pandai dan lebih memahami segala sesuatu ketimbang perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar