Senin, 08 Desember 2014

responding paper topik 9

RESPONDING PAPER TOPIK 9
RELASI GENDER DALAM AGAMA KRISTEN
Oleh:
E. Ova Siti Sofwatul Ummah (1112033100049)
a.        Kesetaraan Perempuan dalam  Perjanjian Baru dan Kitab Kanon
Secara umum gereja-gereja liberal menerima keberadaan perempuan sebagai pemimpin dan menempatkannya sejajar denga laki-laki. Tidak bisa disangkal dunia ini memang menuntut kesetaraan laki-laki dan perempuan. Karena itu merupakan konsekwensi implementasi demokrasi. Namun sehebat apapun demokrasi di suatu Negara, demorkasi tidak bisa menguubah dan menghancurkan apa yang diajarkan kitab. Berikut ini adalah beberapa persamaan (kesetaraan) antara permpuan dan laki-laki dihadapa Allah:
·         Laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar dan rupa Allah “maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (kejadian 1:27).
·         “jawab Yesus: “Tidakkah kamu baca bahwa ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?”(Matius 19:4)
·         “sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan”(Markus 10:6)
·         Perempuan juga bernubuat dan dipenuhi roh kudus
“Juga keatas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan akan kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat” (Kisah 2:18)
·         Perempuan menyanyi dihadapan Allah
“Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah perempuan-perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambal menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing”(1Samuel 18:6)
·         Perempuan juga memiliki iman hebat
“Maka yesus menjawab dan berkata kepadanya: “Hai Ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kuhendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh”(Matius 15:28)
·         Perempuan sebagai penyembah hebat
“Tetapi yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: “Mengapa kamu menyusahkan perempuan ini? Sebab ia telah melakukan sesuatu perbuatan yang baik pada-ku” (Matius 26:10)
·         Perempuan sebagai pengajar bagi anaknya perempuan dan laki-laki
“Maka dengarlah firman Tuhan, hai perempuan-peremuan, biarlah telingamu enerima firman dari mulut-Nya; ajarkan ratapan kepada anak-anakmu perempuan, dan oleh setiapperempuan nyanyian ratapan kepada temannya” (Yeremia9:20)

b.      Status dan Peran Perempuan dalam Perjanjian Baru
Kondisi kaum perempuan dalam agama Kristen tidak lebih baik dibandingkan nasib mereka dalam agama Yahudi. Agama Kristen memberikan sedikit perhatian terhadap isu-isu tentang perempuan. Lahirnya gama Kristen tidak memperbaiki kondisi mereka maupun memberikan hak-hak yang patut mereka peroleh. Agama Kristen tidak membebaskan perempuan dalam cengkraman otoritas kaum laki-laki. Sebaliknya, ahama Kristen memaksa perempuan untuk tunduk pada otoritas kaum laki-laki dan menaati mereka secara mutlak. Paulus berkata: “wahai para istri patuhlah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suamimu adalah pemimpin istrinya sebagaimana Kristus adalah pemimpin gereja.
Yesus merobohkan kebiasaan dan hokum Yahudi yang telah berabad-abad dipraktikan. Ia memperlakukan perempuan setara dengan laki-laki. Sikap dan andangannya menunjukkan bahwa Yesus menghormati kaum peremuan. Sabda-Nya: “Sebabsiapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di Sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku (Matius 12:50). Demikian pula apabila kita memperhatikan bagaimana sikap Yesus terhadap perempuan. Yesus memperlakukan perempuan secara positif perempuan berdosa yang datang kepadanya untuk mengurapi kakinya dengan minyak narwastu. Hal itu sangat bertentangan dengan sikap para laki-laki yang juga hadir di tempat yang sama. Laki-laki cenderung menolak dan menyalahkan perempuan yang berdosa yang meminyaki kaki Yesus. Sangat menarik sikap Yesus jika disbanding dengan laki-laki yang lain. Napak bahwa sebagai laki-laki yesus tidak memanfaatkan posisinya untuk mendominasi perempuan.
Dalam Petrus berkata dalam surat pertamanya: “Wahai para budak, patuhilah kepada tuan-tuanmu dengan segala hormat, tidak hanya kepada mereka yang bersikap baik dan penuh perhatian tetapi juga pada mereka yang berlaku kasar. Disamping itu ada juga surat-surat Paulus kepad beberapa jemaat di daerah pelayanannya yang menunjuk adanya dualism. Disatu pihak Paulis mengatakan bahwa seseorang tidak boleh dibedakan dari kebangsaannya (Yahudi dan Yunani). Seseorang juga tidak boleh dibedakan dari statusnya (budak atau tuan;laki-laki atau perempuan), semua sama di dalam Kristus. Namun, dipihak lain secara jelas tampaknya dibedakan status antara laki-laki dan perempuan. Istri harus hormat dan tunduk pada suaminya, sebab suami adalah kepala dari Istri.
Kitab injil juga membuat ulasan khusus mengenai laki-laki, karena umat Kristen percaya bahwa lai-laki diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Oleh karena itu para ahli teolog sepakat bahwa laki-laki dan perempuan tidak akan pernah setara. Posisi Paulus berkata dalam surat pertamanya kepada umat Corinthian: “Sekarang aku ingin kalian mengetahui bahwa pemimpin setiap manusia adalah Kristus, dan pemimpin perempuan adalah laki-laki, dan pemimpin Kristus adalah Tuhan.”
Paulus memerintah para laki-laki untuk mengasihi para istri mereka: “Wahai para suami, cintailah istrimu, segabaimana Kristus mencintai gereja dan menyerahkan dirinya untuk istrinya”. Namun hal ini tidak lebih dari sekedar menasehati belaka yang tidak pernah dipraktikkan. Gereja juga menganjurkan agar laki-laki harus bersikap baik kepada istrinya, namun gereja menerikan hak penuh kepada suami untuk mengontrol kehidupan, uang dan segala milik istrinya. 
c.       Status dan Peran Perempuan dalam Perspektif Teolog Kristen
Agama Kristen menganggap perempuan sebagai sumber kejahatan. “mereka percaya bahwa setiap perempuan bersalah melakukan dosa asal dan dia bertanggungjawab atas pengusiran Adam dari surge. Kisah Adam dan Hawa adalah penyebab utama penindasan perempuan dalam agama Kristen. “Tertullian” percaya bahwa kaum perempuan adalah pasangan Lucifer. Bukankah perempuan mentaati setan dan menentang Tuhan? Teori yang dikembangkan dan dijelaskan oleh Tertullian ini menyebabkan terjadinya penindasan dan penghinaan terhadap perempuan Kristen selama beberapa abad.
Alkitab dalam teologi Calvinis adalah sumber dari ajaran gereja. Sebagai Sumber Ajaran Gereja, Alkitab menduduki posisi penting dalam peruusan dogma dan pengajaran umat. Namun, landasan operasional tritunggal panggilan dan pengutusan gereja mengacu pada kesaksian Kanon Alkitab yang ditafsirkan sesuai konteks masa kini. Teks Alkitab dan konteks umat percaya masa kini terjalin dalam relasi Hremeneutika yang memakai pendekatan yang komprehensif. Hermeneutika diperlukan guna menemukan pesan firman bagi umat masa kini.
Begitu banyak kisah perempuan yang diceritakan Alkitab. Kisah mereka bermacam-macam. Ada kisah yang memilukan, menyedihkan karena mengalami kekerasan seperti kisah Tamar, yang diperkosa saudara seayah tetapi lain ibu dan tamar tak mendapat pembelaan dari ayahnya raja Daud atau tua tua agama. Bagian Alkitab yang paling sering dikutip oleh teolog-teolog feminis dan di kalim sebagai dasar teologi mereka, yang juga dikenal sebagai magna carta of humanity adalah Galatia 3:2839 yang berbunyi: “Dalam hal ini taka da orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Krists Yesus.”
Galatia 3;28 dipandang sebagai ayat yang membebaskan wanita dari penindasan, dominasi dan subordinasi pria. Berdasarkan penafsiran terhadap ayat-ayat diatas khususnya Galatia 3:28, para feminis menyimpilkan bahwa Paulus jelas mengukuhkan kesetaraan antara pria dan wanita dalam komunitas Kristen; pria dan wanita memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama baik di gereja ataupun dalam rumah tangga.
d.      Partisipasi Perempuan di dalam Gereja
Alkitab dalam tradisi gereja sering dijadikan dasar atau alasan penyebab terjadinya permasalhan ketidak seimbangan peran dan tempat antara laki-laki dan perempuan. Tradisi gereja selama berabad-adab menggunakan konsep yang diperoleh dari beberapa bagian Alkitab sebagai dasar untuk membeberkan pemahaman tentang tempat perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Perempuan selalu dianggap lebih lemah, rendah dan kurang mampu sehingga gampang dikuasi. Sedangkan laki-laki kedudukannya lebih tinggi, sebagai pihak yang menguasai, karenanya laki-laki lebih banyak mempunyai kesempatan untuk memegang kekuasaan dan kepemimpinan.
 Konsep demikian masih sering mempengaruhi cara berpikir gereja di zaman ini. Karena itu, pengaruh yang begitu kuat dari konsep Alkitab terhadap konsep berpikirjemaat tentang perempuan perlu dikritisi sehingga mempunyai makna yang baru. Apabila kita membaca surat-surat Paulus, tampaknya memberikan kesan adanya konsep pemahaman yang melarang perempuan terlibat aktiv dalam kegiatan pelayanan dan ibadah jemaat misalnya 1 Korintus 11 :2-16 berbicara tentang larangan bagi perempuan untuk mengambil bagian aktif dalam kegiatan doa dan bernubuat.
Demikian juga dalam 1 Korintus 14 :33-35 dan Timotus 2 :11-12. Perikop ini sering dijadikan alasan untuk membatasi kesempatan pada perempuan untuk terlibat aktif dalam kepemimpinan gereja. Dalam nas-nas terebut kita membaca ajaran paulus kepada jamaat di Korintus agar kaum perempuan tidak berbicara dan tidak terlibat pada ibadah jemaat. Kedua teks ini telah ditafsirkan sedemikian rupa oleh banyak orang sehingga gereja-gereja tertentu yang membatasi peranan keterlibatan perempuan hanya pada bidang-bidang pelayanan tertentu. Anjuran agar perempuan tidak berbicara dan mengajar sering mempengaruhi pemahaman gereja dalam menentukan tempat bagi perempuan. Pemahaman teks yang salah ini akan sangat menghambat partisipasi total perempuan dalam gereja, bahkan merupakan penolakan terhadap diterimanya perempuan dalam tingkat pengambilan keputusan di gereja. Akibatnya kepemimpinan gereja lebih banyak dipegang oleh kaum laki-laki dan pengambilan keputusan dalam gereja lebih banyak dilakukan oleh laki-laki. Sementara perempuan hanya berperan sebagai pelaksana-pelaksana keputusan yang dibuat oleh laki-laki.

Pada ibadah atau kegiatan jemaat, perempuan harus berdiam diri, tidak boleh berbicara dan harus tetap pada perintah. Kalau ada yang ingin ditanyakan atau belum jelas, tidak boleh langsung ditanyakan ditempat ibadah, tetapi harus minta penjelasan suaminyya di rumah, sebab tidak sopan bagi perempuan berbicara dalam pertemuan jemaat. Pada peraturan ini agaknya terkandung kesan bahwa perempuan tidak boleh berbicara dalam jemaat dan ada kesan laki-laki lebih tahu, lebih pandai dan lebih memahami segala sesuatu ketimbang perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar