RESPONDING
PAPER TOPIK 8
RELASI
GENDER DALAM AGAMA YAHUDI
Oleh:
E.
Ova Siti sofwatul Ummah (1112033100049)
a.
Gender dalam Perspektif Yahudi
Perempuan dalam
perspektif Yahudi digambarkan sebagai makhluk yang kuat, baik dan sopan.
Batshebe sebagai perempuan yang hebat, Deborah sebagai nabi perempuan, Ruth
sebagai orang terpandang dan Esther sebagai juru selamat rakyatnya, misalnya,
adalah contoh dari beberapa sosok wanita tangguh Yahudi. Selain dianggap
sebagai makhluk yang kuat, baik, dan sopan, dalam tradisi yahudi juga ditemukan
bahwa perempuan merupakan asal mula dosa dan juga melalui perempuan manusia
akan mati. Laki-laki harus bekerja dan perempuan harus melhirkan kesakitan.
Perempuan yang sedang menstruasi dan 7 hari selebihnya dianggap kotor dan tidak
suci. Bahkan di sembunyikan di goa-goa gelap atau di asingkan dan sebagainya.
Perempuan yang melahirkan, 33 hari dianggap kotor kalau anaknya laki-laki,
sedangkan jika anaknya perempuan maka masa tidak sucinya atau masa kotornya
menjadi berlipat. Jika telah selesai masa tidak sucinya, ia harus menemui
pendeta untuk penebusan dosa atasnya. Bahkan dalam Talmud ada doa, “saya
berterimakasih pada Mu ya Tuhan, karena tidak menjadikan aku perempuan”.
Para
PendetaYahudi telah memberikan sembilan kutukan yang dibebankan kepada wanita
sebagai hasil dosa Adam dan Hawa: "Kepada wanita Tuhan memberikan
sembilan kutukan dan kematian; beban berupa darah menstruasi dan darah
keperawanan, kehamilan, kelahiran, membesarkan anak, penutupan kepala dalam
berkabung, menjadi budak yang melayani tuannya, tidak dipercaya kesaksiannya,
dan setelah itu semua adalah kematian."
Walaupun perempuan dinggap sebagai makhluk
yang kuat, baik, dan sopan, dalam Yahudi laki-laki mempunyai posisi lebih
dominan dibandingkan dengan perempuan, dalam posisi dominan inilah terjadi
terciptanya ketidakadilan gender. Gender
dalam pandangan Kitab Suci Perjanjian Lama misalnya dalam kaca mata Yahudi
sarat dengan pandangan tentang Allah sebagai Bapa yang mahakuasa, suka marah,
menghukum. Pandangan Allah sebagai Bapa dalam masyarakat Yahudi ini menunjuk
pada dominasi laki-laki, sehingga dasar membuat pranata kehidupan juga atas
dasar pandangan laki-laki. Dominasi ini menciptakan ketidakadilan dalam
masyarakat yang menggeser perempuan tanpa disadari oleh kaum perempuan itu
sendiri. Pranata kehidupan yang dibuat atas dasar peran laki-laki dianggap
sebagai suatu kebenaran. Perbedaan biologis di antara manusia menjadi objek
dasar pembuatan pranata kehidupan (pandangan seksis). Kitab Kejadian, Keluaran,
I Raja-raja, II Raja-raja, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Hosea, dalam Perjanjian
Lama sangat sarat dengan peringatan akan penguasa sewenang-wenang yang membuat
pranata kehidupan tidak manusiawi ini.Dalam pandangan
Yahudi, martabat perempuan sama dengan pembantu. Mereka menganggap perempuan
adalah sumber laknat karena dialah yang menyebabkan adam diusir dari surga.
Dalam agama
Yahudi bahwa anak laki-laki lah yang merupakan pewaris utama dari orang tuanya.
Kalau anak laki-laki ini banyak maka yang tertualah yang lebih utama dan
memperoleh warisan dua kali lipat dari bagian saudara-saudara yang lain.
Sedangkan perempuan yang belum berumur dua belas tahun tidak berhak menerima
warisan. Dalam hukum perkawinan, agama Yahudi poligami di haruskan dan
jumlahnya tidak di batasi, karena tidak terdapt larangan dan batasan untuk itu.
Sedangkan kedudukan seorang istri dan anak perempuan berdasrkan hukum Yahudi
adalah lemah sekali. Seorang wanita yang sudah dikawinkan, menjadi seolah-olah
dibeli suaminya dari bapknya, dan suaminya menjadi tuannya. Ia tak ubahnya
sebagi anak kecil atau burung patah sayap. Ia tak berha membeli ataupun
menjual, semua hrta bendanya milik suaminya. Istri tidak berhak memiliki
apa-apa selain mas kawin yang diterimakan kepadanya. Disamping itu, kaum wita sebagai
istri wajib melakukan semua pekerjaan rumah tangga, baik yang berat maupun
ringan. Kewajiban ini harus dilaksanakan dengan taat.
Sementara dalm
buku Fundamentalism and Women in World Religions, yang diedit oleh Arvind
Sharman dan Katherine K. Young, dijelaskan : As we shall see,
women’s roles are a profound syimbol of the extent to which Jewish societies
accept, or rejeck, modernity and Westernization. (seperti kita akan lihat,
peran perempuan adalah symbol yang mendalam sejauh mana masyarakat Yahudi
menerima atau menolak Modernitas dan Westernisasi). Artinya, dalam masyarakat
Yahudi kontemporer justru perempuan mendapat penilaian khusus dengan menjadi
sebuah simbol diterima atau ditolaknya modernitas dan westernisasi. Dalam
kehidupan Yahudi Kontemporer, keberadaan gender menjadi salah satu kunci penting untuk memahami peran
Fundamentalis, yang berdampak pada kontruksi identitas perempuan Yahudi. Budaya
Yahudi, dan kehiduan perempuan Yahudi. Contemporary social scientists assume
that while certain aspect of sexuality are biologically determined, gender
roles are constructed by societies. (Ilmuan Sosial Kontemporer mengasumsikn
bahwa sementara aspek-aspek tertentu dari seksualitas secara biologis di
tentukan, peran gender yang dibangun oleh masyarakat). Dalam upaya membangun
tatanan baru dunia, pejuang Feminis Yahudi dan Kristen, berusaha melakukan
koreksi terjadap dominasi laki-laki atas teologi dan marginalisasi serta
eksklusi perempuan dari wilayah agama. Mereka mengembangkan teologi feminis,
sebagaimana yang muncul di Inggris sejak abad ke-17. Teologi feminism berupaya
membaca ulang teks suci dari perspektif perempuan dan mencari dasar teologis
bagi pengakuan harkat dn martabat perempuan.
Dalam Yahudi
mempercayai sebuah kepercayaan dasar, bahwa laki-laki dan wanita adalah ciptaan
tuhan, pencipta alm semesta. Tetapi, silang sengketa segera muncul sesudah
diciptakan pria pertama Adam, dan wanita pertama Hawa. Konsepsi Yahudi dalam
hal ini penciptaan Adam dan Hawa diuraikan secara rinci di dalam kitab PL,
Kejadisn 2:4-3:24. Yang intinya, tuhan melarang mereka memakan buah dari pohon
terlarang. Ular datang dan membujuk hawa untuk memakannya, dan selanjutnya,
Hawa membujuk Adam untuk makan bersamanya. Ketika Tuhan menegur Adam atas apa
yang telah dilakukannya tersebut, Adam meletakan kesalhan semua kepad Hawa,
“Wanita yang kau berikan kepada saya, dia membri buah tersebut kepada saya,
lalu saya memakannya. “Akibat Tuhan berkata kepada Hawa: “Saya akan menambah
kesusahan kepadamu pada waktu kamu hamil dan pada saat kamu melahirkan.
Hasratmu hanya untuk suamimu dan dia akan mengatur kamu”.
Kepada adam
Tuhan berfirman: “karena kamu mendengarkan ap yang dikatakan istrimu sehingga
kamu mematuhinya dan memakan buah tersebut…saya turunkan kamu ke bumi, kamu
akan memakan segala sesuatu yang ada dibumi sampai kamu mati…”. Para Pendeta
Yahudi telah memberikan Sembilan kutukan yang dibebankan kepada wanita sebagai
hasil dosa Adam dan Hawa: “kepada wanita Tuhan memberikan Sembilan kutukan dan
kematian, beban berupa darh menstruasi, dn darah keperawanan, kehamilan,
kelahiran, membesarkan anak, penutup kepala dalam hal berkbung, menjadi budak
dan melayani tunnya, tidak dipercaya kesaksiannya, dan setelah itu semua adalah
kematian”.
Hingga saat ini
orang Yahudi Ortodoks, dalam setiap kali berdo’a mengatakan “Terimakasih kepada
Tuhan Raja Alam Semesta Yang tidak menjadikan kami seorang perempuan”
b.
Pandangan Tokoh-tokoh Yahudi tentang Gender
Berbicara
mengenai gender berarti membicarakan peran dan hubungan antara laki-laki dan
perempuandalam masyarakat. Hubungan laki-laki dan perempuan ada dasarnya adalah
hubungan antara umat manusia. Apapun yang baik dalm hubungan antar satu manusia
dengan manusia lain, adalah baik dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan
dengan menghindari ketidakadilan gender. Baik bagi kaum laki-laki maupun bagi
perempuan. Perbedaan gender tidak menjadi masalh sepanjang tidak melahirkan
ketidakadilan, ia menjadi persoalan karena perbedaan gender ini sering kali
menimbulakn ketidakadilan. Adapun bentuk-bentuk ketidakadilan gender dimaksud
adalh stereotype, marjinalisasi, diskriminasi. Tindak kekerasan dan
beban kerja. Oleh karena itu diperlukan upaya menciptakan reaksi laki-laki dan
perempuan yang adil dan harmonis.
Menurut Erich
Fromm seorang Yahudi, seorang Psikoanalisis Sosial berkebangsaan Jerman yang
juga merupakan anggota Partai Sosialis Amerika era 1950-an, ia menyatkan bahwa
hubungan antara kaum laki-laki dan perempuan adalah hubungan antara sebuah
kelompok yang menang dan kelompok yang kalah. Di Amerik Serikat tahun1949 hal
ini dianggap lucu ketika dikatakan demikian, apalagi di zamn sekarang ini.
Karena sudah jelas bisa kita lihat, kaum perempuan di kota-kota besar tentu
saja tidak tampak, tidak merasa dan tidak bertindak layaknya seperti kelompok
yang kalah. Dia menambahkan bahwa perempuan telah menyelesaikan emansipsinya,
dan oleh sebab itu berada sejajar dengan kaum laki-laki, dan membuatnya bisa
tampil.
Tokoh
berikutnya ialah Betty Friedan. Ia pernah mengatakan “jadi saya pikir pada
saat itu setiap wanita akan bereaksi dengan berbagai cara yang berbeda.
Beberapa wanita pada saat itu tidak akan memasak, sedangkan yang lainnya akan
terlibat dialog dengan suami mereka. Diseluruh negeri beberapa wanita akan
keluar untuk berunjuk rasa. Mereka akan menekan anggota Kongres Senator agar
meluluskan undang-undang yang mempengaruhi
peran wanita”.
Kalimat di atas diucapkan
Betty Friedan untuk menyambut demo besar-besaran wanita pada tanggal 26 Agustus
1970 di Amerika Serikat. Friedan adalah seorang tokoh feminis liberal yang ikut
mendirikan dan kemudian diangkat sebagai presiden pertama National
Organization for Women pada tahun 1966. Ia menjadi pemimpin aksi untuk
mendobrak UU di Amerika yang melarang aborsi dan pengembangan sifat-sifat
maskulin oleh wanita.
Betty Friedan sendiri terlahir dengan nama
Betty Naomi Goldstein pada tanggal 4 Februari tahun 1921. Pada giliranya
Friedan berkembang menjadi seorang aktivis feminis Yahudi Amerika kenamaan pada
durasi medio 1960-an. Puncak momentumnya terjadi setelah ia berhasil
mengarang "The Feminine Mystique".
Buku yang menjadi rujukan kaum feminis ini menggambarkan peranan wanita dalam
masyarakat industri. Friedan mengkritik habis peran ibu rumah tangga penuh
waktu yang baginya sangat mengekang dan jauh dari penghargaan terhadap hak
wanita.
Buku Freidan pun terjual laris. The Feminine Mystique berubah menjadi “kitab suci” bagi
kaum wanita dan Freidan pun digadang-gadang menjadi pencetus feminisme
gelombang kedua setelah ombaknya pernah menyapu dunia abad 18.
Teori yang sangat ternama sekali darinya adalah
apa yang disebut oleh Freidan dengan istilah Androgini. Androgini
sendiri adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan pembagian peran yang
sama dalam karakter maskulin dan feminin pada saat yang bersamaan. Istilah ini
berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu ανήρ (anér, yang berarti laki-laki) dan γυνή (guné, yang
berarti perempuan) yang dapat merujuk kepada salah satu dari dua konsep terkait
tentang gender. Namun sejatinya, kata Androgini muncul pertama kali sebagai
sebuah kata majemuk dalam Yudaisme Rabinik sebagai alternatif untuk menghindari
kata hemaprodit yang bermasalah dalam tradisi Yahudi.
Akan tetapi, sekalipun telah menapaki karir
yang sangat memuncak dalam dunia feminisme, gagasan Freidan pun juga menjadi
sasaran kritik. Menariknya orang yang mengkritik Friedan adalah seorang feminis
lainnya bernama Zillah Eisenstein. Eisenstein sendiri adalah Profesor Politik
dan aktivis feminis dari Ithaca New York. Ia menulis kritikan tajam terhadap
gagasan konsep wanita bekerja milik Friedan. Dalam bukunya, Radical future of Liberal Feminism, Eisenstsein
mengkritik;
“Tidak pernah jelas apakah
pengaturan ini seharusnya meringankan beban ganda perempuan (keluarga dan
pekerjaan) atau secara signifikan menstruktur ulang siapa yang bertanggung
jawab atas pengasuhan anak. Bagaimana tanggung jawab ini dilaksanakan?”
Henry Makow
dalam tulisannya -Gloria Steinem: How the CIA Used Feminism to
Destabilize Society- telah menjelaskan dengan baik bagaimana
peran CIA dalam memobilisir isu feminisme. Pakar konspirasi kenamaan ini
mengatakan bagaimana media elit telah menciptakan feminisme gelombang kedua sebagai
bagian dari agenda elit untuk meruntuhkan peradaban dan mendirikan New World
Order. Kesalahpahaman utama kita tentang CIA, kata Makow, adalah bahwa CIA
melayani kepentingan AS. Nyatanya, ia selalu menjadi instrumen dinasti elit
minyak dan perbankan internasional (Rothschild, Rockefeller, Morgan) yang
dikoordinasi oleh Royal Institute for Internal Affairs di London dan cabang
mereka di AS, Council for Foreign Relations. Lembaga ini didirikan dan diisi
oleh orang-orang berdarah biru dari penguasa perbankan New York dan lulusan
perkumpulan pagan rahasia, “Skull and Bones”.
Jutaan pria
Amerika pun akhirnya dilemahkan dan dipisahkan dari hubungannya dengan keluarga
(dunia dan masa depan). Wanita Amerika diperdaya hingga mencurahkan diri dalam
karir keduniaan ketimbang dalam kasih-sayang tiada akhir kepada suami dan
anak-anaknya. Banyak wanita sudah tak layak untuk menjadi isteri dan ibu.
Orang-orang, yang terisolasi dan sendirian, terhalangi (pertumbuhannya) dan
lapar akan kasih sayang, mudah sekali dibodohi dan dimanipulasi. Tanpa pengaruh
sehat kedua orangtua yang mencintai, begitulah anak-anak mereka jadinya.
Penindasan
terhadap wanita adalah kebohongan. Pembagian peran berdasar jenis kelamin tak
pernah sekaku yang dipropagandakan kaum feminis. “Ibu saya sukses menjalankan
bisnis impor tali arloji dari Swiss pada tahun 1950-an. Saat pendapatan ayah
saya meningkat, dia bersedia berhenti dan berkonsentrasi mengurus anak-anak.
Wanita bebas mengejar karir jika mereka mau. Bedanya, dahulu peran mereka
sebagai isteri dan ibu dipahami, dan disahkan secara sosial, sebagaimana
mestinya. Hingga Gloria Steinem dan CIA datang bersama-sama,” jelas Makow
panjang lebar.
Dalam buku The Book
of Hiding Gender Ethnicity Annihilation and Esther Biblical Limitdikatakan:
Although some may view the Christian Coalition as an extreme example, it
represents a much more common tendency in contemporary culture—both within and
without the academy—to conceive of biblical literature primarily as moral
literature, that is, as literature that provides role models and guidelines for
how to live one’s life, socially, sexually, spiritually, and so on. With regard
to the book of Esther, this tendency is clearly and poignantly evident in the
passage from Sedgwick. And we must not forget that, although it is primarily in
non-Jewish interpretive circles that one finds moralistic repudiations of the
Jewishness of the text, both Jewish and Christian traditions have used Esther
to shore up normative representations of women as objectively beautiful,
passive, obedient (Meskipun beberapa mungkin melihat Koalisi Kristen
sebagai contoh ekstrim, itu merupakan kecenderungan yang jauh lebih umum dalam
budaya kontemporer dan tanpa akademi untuk memahami sastra Alkitab
terutama sebagai sastra moral, yaitu, sebagai sastra yang memberikan model
peran dan pedoman cara hidup seseorang, secara sosial, seksual, spiritual, dan
sebagainya. Berkenaan dengan kitab Ester, kecenderungan ini jelas dan pilu
jelas dalam bagian dari Sedgwick. Dan kita tidak boleh lupa bahwa, meskipun
terutama di kalangan non-Yahudi penafsiran bahwa orang menemukan repudiations
moralistik Keyahudian dari teks, baik tradisi Yahudi dan Kristen telah
digunakan Esther untuk menopang representasi normatif perempuan sebagai
obyektif cantik, pasif, patuh, rela berkorban. Artinya Ester ini memandang
perempuan sebagai objek normative yang memiliki karakteristik seperti telah
disebutkan diatas, dan ia menyatakan demikian karena berlandaskan apa yang
telah tertulis dalam Bible sebagai sumber ajaran moral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar